Tidak Disiplin = Pemborosan


Alhamdulillah momentum perayaan Idul Fitri 1433 H yang baru lalu bisa memberikan ide untuk menulis kembali di blog setelah sekian lama vakum. Perayaan Idul Fitri bagi bangsa Indonesia identik dengan aktivitas mudik. Sebagai aktivitas yang erat kaitannya dengan kegiatan berkendara, tidak heran jika berita perayaan idul fitri di berbagai media massa lebih banyak didominasi oleh laporan arus lalu lintas.

Pengalaman mudik saya (meskipun tidak sampai ratusan kilometer) memperlihatkan begitu banyak pemborosan yang terjadi di jalan raya. Salah satu contohnya adalah pembatas jalan, dari yang permanen berbahan beton, fiber, sampai yang hanya sambungan beberapa utas tali rapia. Pembatas jalan ini sebetulnya hanya dipasang sesekali alias temporer, misalnya jika arus lalu lintas padat. Namun bagaimanapun benda ini tetap harus dianggarkan biayanya. Apa sih gunanya pembatas jalan temporer ini? Agar kendaraan tidak saling serobot di saat macet. Loh padahal sudah ada marka jalan warna putih sebagai penanda jalur, kenapa harus ditambah pembatas jalan? Nah disitulah letak pemborosan akibat ketidakdisiplinannya. Bayangkan jika rute mudik di jalan nasional sepanjang Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang berjarak sekitar 3500 km itu, 10%nya menggunakan pembatas jalan temporer dari tali rapia. Baru menggunakan bahan yang paling murah dan hanya di jalan nasional saja, sudah terjadi pemborosan sebesar 70 juta Rupiah (asumsi 10 meter tali rapia dijual seharga Rp. 2000). Angka ini tentu akan lebih membengkak jika ikut menghitung pembatas jalan berbahan beton atau fiber dan juga termasuk jalan propinsi serta jalan kabupaten/kota.

Jika dihubungkan dengan kegiatan kampus yang baru saja dimulai, contoh ketidakdisiplinan seperti terlambat masuk kelas sudah seharusnya tidak lagi terjadi. Meskipun kelihatannya sepele, namun jika lalai dapat menimbulkan ketidakhadiran berlebih sehingga tidak bisa mengikuti ujian dan akhirnya harus mengulang mata kuliah tersebut. Di sini terjadi pemborosan biaya kuliah dan juga waktu. Apalagi jika sudah mengenal prinsip opportunity cost. Seharusnya sudah bisa menghasilkan uang dari pekerjaan, eeh.. malah masih harus kuliah 1 semester hanya untuk menyelesaikan 1 mata kuliah yang mengulang. Seharusnya sudah bisa sidang skripsi, eeh.. masih harus minta uang orang tua dan tertunda kelulusannya 1 semester karena ada mata kuliah yang mengulang.

Jadi, tidak aneh jika sebuah negara yang tingkat kedisiplinannya tinggi, tingkat kemakmurannya juga tinggi. Gak boros sih soalnya mereka. Gak buang-buang uang untuk hal-hal yang gak perlu..

Ayo Disiplin!!! (termasuk diri saya sendiri)..


Leave a Reply