KENAPA INDUSTRI PONSEL LOKAL MACET??


Membaca koran menjelang akhir tahun isinya ternyata cukup didominasi oleh iklan. Periode menjelang akhir tahun memang menjadi momentum bagi pebisnis untuk menghabiskan stok tahun berjalan yang ditunjang oleh tingkat konsumsi masyarakat yang biasanya meningkat. Dari sekian banyak produk, saya melihat produk seluler merupakan produk yang cukup rajin beriklan. Misalnya pada Kompas edisi Jumat 27 Desember 2013 lalu, terdapat 8 iklan yang berisi produk seluler dari 35 iklan (di luar advetorial) yang ada. Ada produk perangkat seluler, produk operator seluler, dan gabungan keduanya. Jika melihat operator seluler, tentu kita semua tahu mereka adalah perusahaan lokal meski sahamnya ada yang dimiliki asing. Namun jika melihat iklan perangkat seluler, sepengamatan saya hanya ada satu yang merupakan produk lokal, yaitu Polytron. Berikut iklannya…

Image
Saya jadi penasaran, apa iya kita (Indonesia) ga bisa bikin ponsel sendiri? Padahal data menunjukkan pelanggan seluler di Indonesia sudah mencapai 236,8 juta. (http://inet.detik.com/read/2013/08/21/112207/2336008/398/3/posisi-indonesia-di-percaturan-teknologi-dunia). Jika tidak memperhitungkan pengguna yang memiliki lebih dari 1 ponsel, jumlah ini sudah hampir mencapai rasio 1 : 1 (1 orang penduduk memiliki 1 buah ponsel).

Setelah sedikit browsing saya temui artikel ini http://bisnis.liputan6.com/read/716678/banyak-pabrik-ponsel-lokal-gagal-produksi-kenapa-ya. Dari artikel tersebut saya dapati bahwa penyebab sedikitnya ponsel lokal adalah karena masih adanya pajak tinggi bagi impor komponen ponsel. Memang kita belum bisa 100% membuat semua komponen ponsel, sehingga beberapa komponen masih harus impor. Namun ironisnya adalah ponsel utuh yang diimpor lengkap dengan dusnya malah tidak dikenakan pajak impor. Masalah pajak impor ini sudah disadari betul oleh Menteri BUMN, pak Dahlan Iskan. (http://finance.detik.com/read/2013/09/17/113453/2360851/1036/ironis-ponsel-impor-bebas-pajak-tapi-komponennya-kena-pajak). Sepertinya koordinasi antar lembaga di negeri ini (as usual) lagi-lagi menjadi ganjalan. (*tersenyum getir).

Yang menjadi korban aturan pajak impor bagi komponen ponsel salah satunya ternyata adalah perusahaan BUMN sendiri yaitu PT. INTI. Ironis (lagi-lagi). Kementerian yang memiliki otoritas bidang perpajakan yaitu Kementerian Keuangan ternyata menunggu usulan Kementerian Perindustrian. Menurut Kemenkeu, Kemenperin belum menyerahkan roadmap industri ponsel lokal. (http://bisnis.liputan6.com/read/728044/wamenkeu-pikir-pikir-bebaskan-pajak-impor-komponen-ponsel). Selain dua kementerian di atas, ternyata urusan ponsel-pun diatur oleh Kementerian perdagangan. Hal ini seiring dengan wacana pemberlakuan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) bagi produk ponsel pintar. Bahkan Menteri Perindustrian meminta pembahasan ponsel ini mengajak pula para operator seluler. (http://www.kemenperin.go.id/artikel/7453/Dahlan-Kritik-Aturan-Pajak-Komponen). Nah loh, tadinya ngomongin ponsel produksi lokal malah urusannya sekarang jadi belok ke pajak barang mewah??

Saya yakin jika semua urusan negeri ini harus dikoordinasikan lintas lembaga memang akan memberikan hasil yang optimal, tapi tolonglah koordinasi itu jangan berbelit-belit apalagi bertele-tele. Di saat negara lain sudah terbang jauh, masa kita masih aja ngeributin tentang cara terbang??

Saya teringat ucapan pak Cahyana Ahmadjayadi pada 27 November 2012 (saat itu beliau sebagai Staf Ahli Menteri Kominfo) di acara C-Level Club Talkshow yang diselenggarakan oleh Bandung Digital Valley. Kondisi ketidakjelasan produksi ponsel lokal saat ini sangat relevan dengan ucapan beliau tentang bencana Indonesia di bidang IT. Bencana itu terjadi karena adanya peredaran 205 juta sim card, tapi ga punya industri ponsel yang maju.

Jika industri fashion lokal bisa tumbuh dan menggeliat karena adanya pergerakan underground para pelaku kreatifnya tanpa memikirkan dukungan pemerintah, namun industri ponsel sangat tergantung sekali dengan kebijakan pemerintah. Operator seluler juga seharusnya ikut mendorong atmosfer pertumbuhan industri ponsel lokal. Jika pendapatan pulsa bersumber dari perangkat bikinan lokal, rasanya tentu lebih mantap daripada dari ponsel impor. Win win solution gitu loh. Balik lagi pilihannya adalah, pemerintah MAU atau TIDAK menjadi TUAN DI NEGERI SENDIRI???

INDONESIA….. BANGKIT!!!!


2 responses to “KENAPA INDUSTRI PONSEL LOKAL MACET??”

Leave a Reply to Ikhsan RadiansyahCancel reply