Kewirausahaan untuk SMA


WP_20150905_001

Sabtu, 5 September 2015 lalu saya diminta BEM Fakultas Ekonomi & Bisnis, Telkom University untuk ikut terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat di SMAN 1 Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. Karena sudah sejak 5 bulan sebelumnya dikonfirmasi (keep up the good work Dita & Team!) dan tidak adanya penugasan atau hal-hal penting yang mendadak, Alhamdulillah saya bisa ikut bergabung. Salah satu yang mendorong untuk terlibat adalah karena lokasi sekolah ini jaraknya hanya sekitar 1 km dari kampus Telkom University. Seyogyanya pengabdian masyarakat adalah memang untuk lingkungan terdekat dahulu.

Kebagian tugas memberikan materi tentang social entrepreneur (tema yang ditentukan panitia) kepada siswa SMA adalah sebuah kesenangan sekaligus tantangan. Apakah mereka memang butuh pemahaman dan mau menjadi sociopreneur? Apakah mereka sudah tahu tentang kewirausahaan sebagai dasar dari sociopreneurship? Well, let see..

Acara berlangsung dari jam 9.00 – 11.30 WIB di salah satu kelas di lantai atas SMAN 1 Dayeuh Kolot. Setelah sebelumnya ngobrol sebentar dengan pak Asep Irpanudin, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, tiba saatnya saya memberikan materi yang tentunya lebih ringan daripada materi untuk mahasiswa 🙂

Jurry on SMAN 1 Dakol

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, mayoritas 40-an audiens ternyata belum begitu paham tentang kewirausahaan. Mereka yang rata-rata siswa kelas 11 dan 12 dan merupakan pengurus OSIS atau Pramuka baru memahami kewirausahaan sebatas berdagang. Sehingga penting bagi saya untuk menekankan kepada mereka bahwa kewirausahaan setidaknya terdiri dari 3 hal utama: 1. Kreatif dan inovatif, 2. Memberikan nilai tambah, dan 3. Berani menanggung risiko. Kami mendiskusikan terlebih dahulu kondisi ekonomi saat ini, dimana fakta yang paling saya yakini kebenarannya yaitu defisitnya neraca perdagangan sebagai faktor penyebab lemahnya rupiah, saya jadikan sebagai entry point. Posisi impor yang lebih besar daripada ekspor menurut saya lebih mudah ditanggulangi karena bisa betul-betul didorong dari sisi internal/dalam negeri daripada penyebab melemahnya rupiah karena kebijakan negara lain. Saya tekankan bahwa siswa SMA pun bisa berperan aktif membantu penguatan rupiah. Tingkat terendah adalah berperan sebagai konsumen yang memprioritaskan produk lokal. Tingkat selanjutnya adalah berperan sebagai produsen/wirausaha yang memasok pasar lokal. Tingkat paling tinggi adalah sebagai produsen/wirausaha yang memasok pasar global. Dikaitkan dengan sociopreneurship, berdasarkan keinginan salah satu siswa untuk menjadi wirausaha Karinding (alat musik khas Sunda), saya contohkan bahwa jika mereka memberdayakan keluarga miskin dan penganggur dalam memproduksi Karinding, mereka sudah bisa disebut sebagai social entrepreneur.

Saya sangat berharap materi dan diskusi saat itu bisa menginspirasi para siswa untuk menjadi wirausaha. Semoga ujungnya bisa berdampak juga pada perbaikan posisi neraca perdagangan serta memperkuat nilai rupiah.


Leave a Reply